Kamis, 27 Januari 2011

Memilih OPrator

Momen Haji, Saat Operator Menangguk Untung

2010/10/30
By hendro
MENUNAIKAN ibadah haji merupakan momen yang sangat penting dan didambakan oleh semua umat Islam yang beriman, karena merupakan kewajiban terakhir yang harus dipenuhi setelah membaca syahadat, shalat, zakat dan puasa. Karena berada di urutan terakhir, kewajiban ini hanya untuk umat Islam yang mampu, baik secara finansial, fisik, mental dan lingkungan, sekali seumur hidup.
Kewajiban berhaji tidak diberlakukan kepada umat yang fisiknya tidak kuat lagi atau yang mendapat gangguan mental, walau tidak dilarang. Demikian pula jika lingkungan tidak memungkinkan, misalnya jika terjadi perang. Pada dasarnya, ibadah haji itu enteng, tidak berat, karena yang berat adalah oleh-oleh yang harus dibawa pulang.
Pertengahan abad lalu, hingga tahun 1970-an, ibadah haji diartikan sebagai perjuangan berat dengan menempuh perjalanan pergi pulang hingga tiga bulan, karena menggunakan kapal laut selama dua minggu sekali jalan. Kini, hanya dengan sembilan jam terbang, jemaah dari Indonesia sudah mendarat di Bandara King Abdul Azis Jeddah. Dua jam perjalanan lagi sudah bisa
menyaksikan keagungan Baitullah, rumah Allah di Mesjidiil Haram, di Mekkah Al Mukarammah.
Bukan obyek wisata
Hingga awal tahun sembilanpuluhan, mustahil hal itu dilakukan. Apalagi komunikasi langsung jemaah haji dengan keluarga di Indonesia. Perkembangan teknologi telekomunikasi nirkabel seluler membuat komunikasi sangat mudah meskipun tidak murah.
Di dekade tadi, jemaah berkomunikasi lewat telepon umum tetap (fix line). Di depan kotak telepon umum, antrean panjang orang menunggu giliran menelepon keluarga di Tanah Air. Kini, kapan saja dan di mana saja jemaah berada – malah kadang-kadang ketika berada di mesjid – komunikasi bisa berlangsung.
Pemerintah Kerajaan Arab Saudi sangat hati-hati menerima masuknya teknologi telekomunikasi nirkabel karena khawatir adanya dampak pengaruh negatif dari pihak asing, terutama dari barat yang tidak islami. Hingga kini masih sering dilakukan penggeledahan terhadap jemaah yang akan masuk ke mesjid, karena ada larangan membawa kamera atau hape berkamera.
Larangan ini sudah dilakukan sejak lama, meskipun sekarang agak longgar dan ada saja jemaah yang berhasil mengabadikan keberadaan mereka dengan latar belakang Ka’bah, atau Makam Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Awal tahun 1990-an, jangankan di dua tempat mulia itu, di Mina atau Arafah, askar (tentara Arab) dengan ekspresi datar akan membanting kamera yang dipakai memotret.
Alasannya sederhana, jika jemaah dibebaskan memotret di depan Ka’bah dan Makam Rasulullah SAW, keduanya akan menjadi obyek wisata. Orang akan berebut berfoto, bukannya beribadah dengan khusuk.
Tahun ini sekitar 215 ribu WNI, bersama jutaan umat dari seluruh dunia berada di Padang Arafah untuk menunaikan ibadah haji. Umat wajib berada di Arafah pada tanggal 9 Zulhijjah (tahun ini tepat tanggal 16 November) antara saat adzan
zuhur hingga matahari terbenam, saat dikumandangkannya adzan maghrib. Di luar itu hajinya tidak sah.
Padang Arafah, juga Mina, hanya dipadati manusia pada musim haji. Di luar itu lengang, hanya terdengar desir angin dan bergelindingnya perdu yang tercerabut dan terbawa angin.
Kota Mekkah pun demikian, walau hari-hari biasa pun kota suci ini tidak pernah kosong dari umat yang umroh, melakukan tawaf, ritual mengelilingi Ka’bah dan sa’i, pergi pulang antara bukti Shafa dan Bukit Marwah, masing-masing tujuh kali.
Kota berpenduduk tak sampai 500 ribu jiwa itu, tiba-tiba menjadi kota yang dipadati empat juta manusia. Maka segala macam kebutuhan, mulai dari hotel dan penginapan, suplai makanan dan air, serta telekomunikasi, membanjir. Di Mekkah dan Arafah serta Muzdalifah dan Mina, dibangun ratusan BTS-BTS tambahan yang bisa dipindah-pindah, untuk menampung keperluan jemaah berkomunikasi.
Trafik seluler di tempat-tempat umat melaksanakan ritual itu pada hari sekitar wukuf sangat tinggi, sehingga dibutuhkan BTS-BTS dengan antena mikro atau pico, agar operator bisa melayani semua panggilan dari jemaah atau sebaliknya. “Pasarlah yang menentukan tarif”, kata direktur PT XL Axiata, Nicanor V Santiago. Perlu diketahui, tarif telekomunikasi di Arab Saudi termasuk paling mahal di dunia.
’Roaming and juling’
Pengguna juga perlu hati-hati memakai hape bernomor operator Indonesia di Saudi, karena kantong bisa jebol. Sebagai gambaran, seorang jemaah umroh hanya dalam waktu 7 hari di Tanah Suci dengan nomor operator Indonesia (roaming) matanya ‘juling’ ketika mendapat tagihan Rp 4,5 juta. Orang bilang, kalau ke Arab pakailah nomor lokal, kalau tidak mau terserang ‘roaming and juling’.
Tawaran operator Indonesia yang mengklaim paling murah untuk jemaah, tidak semuanya bisa dipercaya. PT XL Axiata, misalnya, menawarkan paket tidak terbatas untuk BlackBerry sebesar Rp 75.000 sehari (di Indonesia cuma Rp 90.000 sebulan), dan mengirim SMS Rp 4.000/SMS. Jemaah pelanggan XL yang memanggil kerabat di Tanah Air mendapat diskon 25 persen dan menerima telepon diskon 60 persen, tanpa disebut berapa besar tarifnya. Tapi pelanggan XL di Indonesia bisa memanggil jemaah haji dengan tarif Rp 1.800/menit, mendapat gratis 1,5 menit setelah 3 menit.
PT Telkomsel ‘hanya’ mengenakan biaya Rp 200.000/3 hari untuk paket BB, tidak terbatas untuk kartu Halo. Sementara untuk Simpati dan As lebih mahal sedikit. Ada paket hemat SMS, Rp 125.000 untuk 50 SMS dan Rp 200.000 untuk 100 SMS. Dengan diskon 80 persen, pemakai kartu Halo bisa menelepon ke Indonesia dengan ‘hanya’ Rp 14.500/menit dan Rp 4.000/menit untuk menerima telepon, sementara pemakai Simpati dan As tarifnya Rp 18.500 dan Rp 4.500.
Untuk Simpati dan As, tarif super hemat hanya Rp 5.000/menit dengan menekan *131*+62#. Namun jemaah perlu cermat, karena proses USSD call back itu juga makan waktu sebelum tersambung. Ketika kita mengira bicara baru dua menit, bisa jadi operator menghitung empat menit sejak yes ditekan.
PT Indosat tidak menyebut berapa besar tarifnya, namun bagi pelanggan Indosat di Indonesia yang memanggil nomor Saudi, tarifnya hanya Rp 30/detik atau Rp 1.800/menit dengan memanfaatkan flatcall, menekan 101016 966 lalu nomor lokal Saudi. Setiap menelepon 8 menit akan mendapat gratis 2 menit.
Pelanggan Axis bak pulang kampung, karena kapan saja sampai Saudi, akan mendapat nomor lokal (LRN – local roaming number) dan gratis menerima telepon dari mana saja karena Axis milik STC, Saudi Telecom. Kerabat di Indonesia menelepon hanya Rp 1.388/menit ke nomor STC di Saudi dengan akses 01012966. Sementara layanan BB unlimited Axis, diklaim termurah, Rp 50.000/hari.
Bagaimanapun, kalau tidak ingin kebobolan, sebaiknya pelajari tawaran setiap operator. Sebaiknya pula, jemaah menggunakan kartu operator lokal (Arab).
(Moch. S. Hendrowijono)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar